Sudah lama sekali tidak bercerita
tentang kehidupan kampus. Ada banyak episode yang terlewatkan. Perlu untuk
diketahui bahwa rasa bangga itu tetap ada di dalam diri ini. Mesti sempat
terbesit mengapa tidak disana, rasanya hal yang wajar saja.
Tiga tahun lamanya, baru kali ini
bisa membuka kembali blog tempatku bercerita tentang apa yang aku lalui dan
rasakan. Sempat kesal karena lupa email dan pasword. But berkat google, i can solve
this part.
Oh ya, kabar baiknya sekarang
nama ku telah memiliki gelar sarjana. Baru satu bulan sih. Pada bagian lain
akan aku ceritakan perjuangan tugas akhir hingga sidang sarjana. Kali ini aku
ingin bercerita keresahan diriku
menjelang wisuda yang tinggal menghitung hari.
Hari ini tepat tanggal 1
September 2016, dua puluh hari lagi aku akan berada di gedung bersejarah itu.
Bagi kebanyakan orang membayangkan memakai toga dan menantikan namanya disebut
di muka umum dengan predikat yang mereka raih terkesan indah dan membuat
jantung berdetak terasa lebih kencang. Apa yang aku rasakan kali ini sedikit
berbeda. Ada rasa cemas yang aku rasakan.
Bagiku 21 September 2016 nanti
akan menjadi hari dimana aku secara resmi dilepas sebagai seorang pengangguran terbuka. Tidak ada lagi
status mahasiswa sebagai tamengku. Nyatanya aku belum mendapatkan kerja. Dan
itu begitu meresahkanku.
Tidak memungkiri bahwa apa yang
akan dirasakan oleh keluargaku adalah kebahagian dan kebanggaan luar biasa. Ibu
akan meneteskan air mata bahagia melihat anak bungsunya kini resmi jadi
sarjana. Kakak-kakakku akan begitu bangga melihatku mengenakan baju toga. Mungkin
Ayah juga akan tersenyum bahagia di syurga sana pada hari itu. Kamu tentu tahu
alasannya bila sempat membaca tulisan-tulisan yang sempat aku posting beberapa
tahun lalu.
Akankan hari itu aku bisa
tersenyum lepas, tertawa bersama teman-teman tanpa terganggu oleh
pikiran-pikiran ini. Semoga!.
Aku sebagaimana ceritaku dulu
adalah anak bungsu. Begitu banyak harapan tertumpu pada diriku. Aku selalu
ingin mewujudkan setiap mimpiku menjadi nyata. Bukan sekedar imajinasi biasa.
Nyatanya kehidupan ini tidaklah
semudah berimajinasi. Semua perlu usaha keras dan harus melewati banyak ujian.
Kalau dipikir yang instan kayak mie instan saja perlu proses buat bisa dimakan
dengan enak apalagi hidup.
Jadi ingat pesan dosen penguji
dan pembimbing sesaat setelah ujian sidangku selesai, beliau berpesan kepadaku
untuk senantiasa bersabar dan terus bersabar. Aku memang orang yang bisa
dibilang egois, emosional, dan enggak sabaran. Awalnya aku kira itu pesan biasa
saja. Semakin hari, aku mulai merasa bahwa ada arti mendalam dari apa yang disampaikan
oleh beliau.
Aku yang pernah bermimpi untuk
bisa bekerja sebelum diwisuda.
Sempat berpikir untuk memundurkan
jadwal wisuda pada gelombang berikutnya.
Untunglah orang-orang baik masih
Allah kirimkan untuk menyadarkankan aku betapa percumanya apa yang akan aku
lakukan itu.
Pertanyaan besar terus merasuk
pikiranku. Seperti, apakah mereka yang kini telah sukses sempat merasakan fase
yang sama seperti diriku?. Apa yang mereka kerjakan pasca wisuda?. Apa mereka
langsung mendapat pekerjaan impian mereka?. Apa mereka sering mengalami
penolakan selama melamar kerja?. Apa mereka sempat merasa kebingungan mau jadi
apa?. Sesal kemudianlah yang hadir, kenapa pertanyaan itu tidak muncul saat
diriku masih duduk di bangku kuliah, kenapa aku tidak mencari tahu lebih banyak
semasa aktif berorganisasi. Aku hanya disuguhi sisi sukses luar biasa oleh
kampusku, fakultasku, bahkan oleh jurusanku tentang alumni yang berwirausaha.
Tentang mereka yang bekerja pada suatu lembaga atau perusahaan aku tidak
mendengar banyak!. Aku tidak mendapat banyak pencerahan dimana alumniku
bekerja. Aku hanya mendapati bahwa mereka menapaki hampir seluruh bidang
pekerjaan!, wow keren!, tapi pekerjaan apa?, tanpa spesifikasi yang jelas. Aku hanya
mendengar mereka diterima dibanyak tempat karena kemampuan mereka yang baik dan
tentunya karena lulus dari kampus ternama ini. Tapi dimana dan bagaimana prosesnya,
aku tidak mendapati informasi yang jelas.
Kala semua orang terbuai lewat
kata tanpa bukti nyata, rasanya sia-sia. Aku percaya rejeki itu ada, aku hanya
penasaran bagaimana fase yang menimpa pada tiap-tiap orang. Disadari betul apa
yang aku alami dan rasakan saat ini adalah bagian dari fase jalan hidupku
mengawali kehidupan pasca kampus. Oleh karenanya kutulis saja apa yang ingin
aku sampaikan, agar kelak aku kembali dapat mengingatnya.
Ciamis, 01 September 2016
23.42.